Aku Melihat Iblis

Plot
Aku Melihat Iblis, sebuah film thriller Korea Selatan yang menegangkan yang disutradarai oleh Kim Jee-woon, menjerumuskan penonton ke dalam dunia gelap dan bengkok yang penuh obsesi dan balas dendam. Film ini berkisar pada kompleksitas sifat manusia, mengeksplorasi batas kabur antara moralitas dan amoralitas. Ceritanya berpusat di sekitar Soo-hyun (diperankan oleh Lee Byung-hun), seorang agen pemerintah rahasia tingkat atas, yang sangat bertekad untuk melacak pembunuh berantai Kyung-chul (diperankan oleh Choi Min-sik), yang telah meninggalkan jejak korban tak berdosa. Film ini dimulai dengan adegan mengerikan di mana pasangan muda dibunuh secara brutal di daerah terpencil. Soo-hyun terkejut menemukan bahwa modus operandi si pembunuh sangat mirip dengan yang dilakukan oleh pembunuh berantai terkenal yang pernah dia tangkap di masa lalu. Saat lebih banyak mayat menumpuk, Soo-hyun menjadi semakin terobsesi untuk menangkap si pembunuh, yang ternyata adalah Kyung-chul, seorang pekerja kantor yang tampaknya hambar dan bersahaja dengan rahasia jahat. Soo-hyun tidak tahu bahwa hidupnya akan jungkir balik saat dia menggali lebih dalam ke dunia si pembunuh. Tindakan Soo-hyun memulai permainan kucing dan tikus antara dia dan Kyung-chul, yang tidak ragu-ragu untuk membunuh siapa pun yang menghalangi jalannya. Saat Soo-hyun melacak si pembunuh, film ini menjadi lebih gelap, menimbulkan pertanyaan tentang sifat sejati kejahatan dan konsekuensi dari tindakan seseorang. Sementara Soo-hyun melihat dirinya sebagai pelindung masyarakat, tindakannya menjadi semakin sembrono dan terlepas dari otoritas moral. Kyung-chul, di sisi lain, adalah individu mengerikan yang membunuh untuk kesenangan murni, tidak memiliki empati untuk korbannya. Film ini meluangkan waktu untuk membangun ketegangan dan ketegangan saat Soo-hyun tanpa henti mengejar Kyung-chul. Dengan demikian, batas antara pahlawan dan penjahat mulai kabur, dan penonton dibiarkan bertanya-tanya siapa monster yang sebenarnya. Pencarian Soo-hyun untuk keadilan mengubahnya menjadi main hakim sendiri, bersedia mendorong batas moralitas dan empati untuk membalas dendam pada si pembunuh. Dengan melakukan itu, dia berisiko kehilangan dirinya sendiri dalam kegelapan yang coba dia kalahkan. Salah satu aspek paling mencolok dari film ini adalah penolakannya untuk menyensasikan karakternya. Kyung-chul tidak digambarkan sebagai sosok mengerikan satu dimensi tetapi sebagai individu kompleks dengan jiwa yang bengkok. Kamera mengamati reaksinya, mengungkapkan keterpisahan dan kekosongan yang terletak di balik senyumnya yang meresahkan. Demikian pula, Soo-hyun, sebagai karakter, bersifat multidimensi, menampilkan momen heroik dan rentan yang menggarisbawahi keputusasaan dan tekadnya. Sinematografi dalam film ini sama-sama patut diperhatikan, menangkap kontras yang mencolok antara kengerian yang ditimbulkan Kyung-chul pada dunia dan realitas duniawi kehidupan Soo-hyun. Estetika suram film, dengan warna-warna yang diredam dan lanskap yang keras, menambah kesan keputusasaan yang merasuki narasi. Dengan menyelimuti pembunuhan dalam kegelapan dan keheningan, film ini menghasilkan efek mengerikan yang bertahan lama setelah kredit bergulir. Dalam babak terakhirnya, film ini memuncak dalam pertarungan mengerikan antara Soo-hyun dan Kyung-chul. Sementara motivasi sebenarnya dari si pembunuh tetap ambigu, rasa urgensi dan pengabaian yang dimiliki kedua karakter terasa nyata. Resolusinya sangat aneh, mendorong batas harapan karakter dan menimbulkan pertanyaan tentang pengembangan karakter mereka. Aku Melihat Iblis, sebuah film yang tampaknya berniat menghancurkan kepuasan penonton, mengajukan pertanyaan menghantui tentang sifat kejahatan dan kompleksitas perilaku manusia. Saat kredit bergulir, pemirsa dibiarkan merenungkan nuansa abu-abu antara baik dan jahat, moralitas balas dendam, dan hilangnya diri sendiri ketika dilanda obsesi. Terlepas dari penggambaran kekerasan yang tak kenal kompromi, film ini menawarkan eksplorasi yang menggugah pikiran tentang keseimbangan rapuh antara hidup dan mati, kebajikan dan kejahatan.
Ulasan
Renata
The ending is a huge plus; without it, the preceding parts would feel overly tedious. There are countless revenge films out there. However, the finale, where the parents unknowingly become the instruments of their son's killer's demise, witnessing his severed head rolling before them, is a truly exceptional and brilliant setup.
Aitana
My take? Yu Qian finally snapped from all of Guo Degang's relentless ribbing. So he started killing.
Callie
Never fall for a Korean agent. Look at Won Bin, look at Lee Byung-hun in this movie. You'll regret it.
Sky
Looks like the director has a thing for blunt force trauma to the head.
Edward
After reading everyone's comments, I realized that not only did the protagonist turn into a devil, but the audience also started to become demonic. Me too. Everyone has a demon inside, and when there's a reason to unleash it, it's equally chilling.
Everly
After reading everyone's comments, I realized that not only has the protagonist become a devil, but the audience has also started to turn devilish. Me too. Everyone has a demon in their heart, and when there is a reason to release it, it is equally chilling.
Rekomendasi
