Poor Things

Plot
Pada akhir abad ke-19, Poor Things adalah karya fiksi gotik dan komentar feminis, yang mengeksplorasi tema-tema identitas, moralitas, dan ketidaksetaraan. Cerita ini berpusat pada Bella Baxter, seorang wanita muda yang menemui ajalnya yang mengerikan, hanya untuk dihidupkan kembali oleh ilmuwan yang tidak lazim, Godwin Baxter. Godwin, seorang pria sains dan keingintahuan intelektual, telah menjadikan misinya untuk menentang kematian dan menjelajahi batas-batas keberadaan manusia. Metode-metodenya tidak konvensional, dan obsesinya dengan orang mati sering kali menjadikannya bahan ejekan di antara rekan-rekannya. Meskipun demikian, dia tetap teguh dalam upayanya untuk memahami kehidupan dan kematian. Kebangkitannya kembali Bella memicu serangkaian peristiwa yang akan menantang tatanan masyarakat. Proses penghidupan kembali Godwin, meskipun tidak lazim, dimaksudkan untuk membebaskan diri dari kendala masyarakat yang memandang wanita hanya sebagai objek belaka. Melalui seninya, Godwin berusaha menciptakan makhluk yang setara dalam kecerdasan, kemauan, dan tekad dengan rekan pria mereka. Bella, atau Pug, sebagaimana ia dikenal dengan sayang, dengan cepat tumbuh menjadi keberadaan barunya, menunjukkan semangat yang menentang asal-usulnya yang sederhana. Saat Pug menavigasi keberadaan barunya, dia diperkenalkan kepada Archibald McCandless, seorang pengacara muda dan ambisius yang jatuh cinta padanya. Archibald cerdas dan karismatik tetapi juga kaya dan memiliki hak, yang mempersulit hubungan mereka yang berkembang. Terlepas dari perbedaan mereka, keduanya memulai petualangan yang menggemparkan, bepergian melintasi benua, dan mengumpulkan pengalaman yang membentuk pandangan dunia mereka. Interaksi Pug dengan Archibald berfungsi sebagai katalis untuk pertumbuhannya, saat dia menggali lebih dalam dunia pria dan menghadapi konvensi sosial yang selama ini mengatur keberadaannya. Tekadnya yang tak tergoyahkan untuk membela kesetaraan dan pembebasan membuatnya berselisih dengan masyarakat patriarki yang menghargai pria di atas wanita. Saat Pug dan Archibald menjelajahi dunia, mereka menyaksikan berbagai ketidakadilan sosial, yang hanya berfungsi untuk memicu tekad Pug. Mereka diperkenalkan kepada sejumlah karakter, masing-masing dengan cerita dan perjuangan mereka sendiri, yang mereka bantu dalam perjuangan mereka untuk kesetaraan. Kesadaran mereka yang berkembang tentang lingkungan sekitar menginspirasi Archibald untuk mempertanyakan hak istimewanya sendiri, dan keyakinan Pug yang tak tergoyahkan memiliki dampak besar pada persepsinya tentang dunia. Namun, misi Pug untuk menantang norma-norma masyarakat dan mereformasi hierarki yang ada penuh dengan bahaya. Keberadaannya sebagai seorang wanita, yang dihidupkan kembali melalui cara-cara yang tidak lazim, tetap menjadi subjek perdebatan di antara para ilmuwan, masyarakat, dan bahkan Archibald sendiri. Saat kecurigaan dan paranoia meningkat, Pug dan Archibald harus menavigasi lanskap berbahaya untuk melindungi cinta mereka, serta eksperimen berani mereka dalam melanggar aturan masyarakat yang bertekad mempertahankan supremasinya sendiri. Meliputi berbagai benua dan menentang konvensi, Poor Things mengeksplorasi tema-tema reformasi, feminisme, dan identitas eksistensial. Melalui narasinya yang mencekam, novel ini menggali gagasan tentang apa artinya menjadi manusia, sambil meneliti batasan-batasan masyarakat yang melanggengkan penindasan dan ketidaksetaraan. Dalam penjelajahannya tentang cinta, kehilangan, dan perjuangan untuk kesetaraan, Poor Things mengeluarkan komentar yang kuat tentang dunia kita saat ini. Narasi yang dibuat dengan cermat ini berbicara dengan fasih kepada para pembaca, menantang mereka untuk memikirkan kembali norma dan nilai-nilai yang mendikte pemahaman kita tentang keberadaan manusia dan perempuan. Dengan melakukan itu, novel ini menghormati pertempuran protagonisnya – makhluk yang tegas yang menghadapi harapan masyarakat dan menolak untuk ditawan oleh norma-norma yang mendasari era yang telah lama berlalu.
Ulasan
Rekomendasi
