Harambe

Plot
Di dunia yang penuh dengan kehidupan, nasib banyak makhluk hidup berada dalam bahaya. Kisah Harambe, seekor gorila punggung perak dataran rendah barat yang luar biasa, berfungsi sebagai pengingat pedih tentang keseimbangan halus antara manusia dan hewan yang ditawan. Film dokumenter panjang yang kuat ini menggali kompleksitas seputar penawanan hewan, menggunakan kehidupan dan kematian tragis Harambe sebagai lensa untuk mengeksplorasi topik yang menggugah pikiran ini. Lahir di alam liar, Harambe adalah gorila punggung perak dataran rendah barat yang sangat terancam punah, salah satu subspesies gorila tertua dan terbesar. Pada tahun 2016, ia berada di dalam Kebun Binatang Cincinnati, tempat kombinasi upaya konservasi dan program pendidikan bertujuan untuk mengedukasi pengunjung tentang makhluk agung ini. Namun, kehidupan Harambe mengalami perubahan yang menghancurkan pada hari yang menentukan di bulan Mei tahun 2016 itu. Seorang anak laki-laki berusia tiga tahun entah bagaimana berhasil menyelinap ke kandang gorila, sebuah insiden yang membuat para pejabat kebun binatang dan pawang Harambe panik. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan anak itu dengan aman, Harambe mulai mendekati anak kecil itu, tidak menyadari bahaya yang mengintai. Dalam sepersekian detik, tragedi terjadi. Protokol keselamatan kebun binatang menyatakan bahwa ancaman terhadap pengunjung manusia akan memerlukan tindakan segera, perilaku Harambe disalahartikan sebagai ancaman. Akibatnya, seorang karyawan kebun binatang membuat keputusan yang memilukan untuk menembak Harambe, mengakhiri kehidupan makhluk yang telah hidup di penangkaran selama hampir 17 tahun. Berita tentang kematian Harambe mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia, memicu protes internasional. Platform media sosial dibanjiri dengan penghormatan dan belasungkawa atas jatuhnya gorila itu. Sebuah foto Harambe yang duduk dengan anggun di kandang, diambil beberapa saat sebelum kematiannya, dengan cepat menjadi sensasi viral. Itu adalah sekilas intim ke dalam kehidupan hewan liar, yang telah dikurung dan dijinakkan demi hiburan manusia. Namun, ketika berita tentang kematian Harambe mulai mendominasi berita utama, sebuah kekhawatiran yang lebih mendesak muncul. Apakah insiden itu akibat dari kelalaian manusia, atau apakah itu akibat yang tidak menguntungkan tetapi tak terhindarkan dari memelihara hewan di penangkaran? Haruskah Harambe dianggap sebagai hewan liar, yang pantas mendapatkan kebebasan, atau apakah dia hanya pajangan lain yang bisa ditonton oleh massa? Kebun Binatang Cincinnati, dalam upaya menyelamatkan reputasi mereka, berpendapat bahwa Harambe menimbulkan risiko langsung terhadap keselamatan manusia. Pernyataan kebun binatang tersebut berbunyi, "Gorila itu, punggung perak seberat 450 pon, adalah jantan berusia 17 tahun yang telah dipindahkan ke Cincinnati dari Kebun Binatang Gladys Porter di Brownsville, Texas, pada tahun 2014." Mereka juga menekankan keseriusan situasi, dengan menyatakan bahwa, "keselamatan pengunjung kami adalah prioritas utama kami, dan kami mengikuti protokol keselamatan yang ketat untuk memastikan bahwa semua pameran hewan kami aman bagi para tamu." Namun, klaim ini hanya memicu perdebatan, membuat banyak orang mempertanyakan etika penawanan hewan. Para aktivis hak-hak hewan dan konservasionis menunjukkan bahwa Harambe adalah hewan liar yang telah diambil dari keluarga dan tanah airnya. Di alam liar, gorila dataran rendah barat hidup dalam kelompok, dipimpin oleh punggung perak jantan yang dominan. Kandang Harambe, betapapun mengesankannya, tidak akan pernah bisa meniru dinamika sosial kompleks habitat aslinya. Selain itu, para ahli berpendapat bahwa kandang itu tidak dirancang untuk menahan peristiwa tak terduga seperti itu. Banyak yang mengkritik kebun binatang atas apa yang mereka anggap sebagai kelalaian dalam standar kesejahteraan hewan. Pertanyaan diajukan tentang keselamatan pameran, protokol yang diterapkan untuk situasi seperti itu, dan efek jangka panjang penahanan pada hewan seperti Harambe. Setelah kematian Harambe, gelombang kesedihan menyapu para pecinta hewan di seluruh dunia. Hidup dan kematiannya yang terlalu dini berfungsi sebagai katalis untuk percakapan global tentang etika penawanan hewan. Film dokumenter ini membawa kita dalam sebuah perjalanan, menjelajahi kompleksitas memelihara hewan di penangkaran. Melalui lensa kisah Harambe, ia menyoroti sisi gelap industri kebun binatang dan memaksa kita untuk menghadapi hubungan kita dengan hewan. Saat kita menggali dunia penawanan hewan, menjadi jelas bahwa garis antara liar dan domestik jauh dari jelas. Harambe, di saat-saat terakhirnya, mewujudkan perjuangan satwa liar modern, terjebak di antara dunia yang menciptakan mereka dan dunia yang mengurung mereka. Kisah tragisnya telah memicu diskusi yang diperlukan tentang tanggung jawab kita terhadap makhluk-makhluk agung ini.
Ulasan
Rekomendasi
