The Death and Resurrection Show

Plot
Killing Joke, salah satu band post-punk Inggris paling inovatif dan berpengaruh, telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di dunia musik. Sejarah mereka yang penuh gejolak ditandai dengan kontroversi, pergolakan kreatif, dan dedikasi yang tak tergoyahkan untuk mendorong batasan seni mereka. 'The Death and Resurrection Show', sebuah film dokumenter yang menggali sejarah 30 tahun Killing Joke yang penuh gejolak, menyajikan potret yang jujur dan tanpa kompromi tentang cobaan, kesengsaraan, dan, pada akhirnya, kebangkitan mereka yang gemilang. Inti dari narasi ini terletak pada vokalis utama band, Jaz Coleman, yang semangat dan dorongan kreatifnya yang tak tergoyahkan telah menjadi landasan tempat Killing Joke berdiri. Dibentuk pada tahun 1978 di tengah gerakan post-punk, Killing Joke muncul dengan suara khas yang memadukan unsur-unsur reggae, post-punk, dan heavy metal dengan pandangan liris yang sangat filosofis dan seringkaliSurealis. Gaya penulisan lagu Jaz Coleman yang penuh teka-teki dan provokatif, dikombinasikan dengan palet sonik unik band, dengan cepat mendapatkan pengikut setia dan pujian kritis. Film dokumenter 'The Death and Resurrection Show' dimulai dengan memperkenalkan penonton pada masa-masa awal Killing Joke, ketika mereka dipuji sebagai salah satu band baru paling menarik dan inovatif di kancah post-punk yang sedang berkembang. Menampilkan kekayaan rekaman langka dan belum pernah dilihat, serta wawancara jujur dengan Jaz Coleman dan anggota band lainnya, film ini mengungkap sebuah band yang didorong oleh tekad yang kuat untuk menantang status quo dan mendorong batasan dari apa yang mungkin dalam batasan musik populer. Namun, seiring dengan pertumbuhan popularitas band, begitu pula ketegangan dan konflik di dalam grup. Peran Jaz Coleman yang semakin dominan dalam band menyebabkan bentrokan dengan rekan-rekan bandnya, terutama gitaris Geordie Walker, yang merasa tercekik oleh kendali Coleman. Perbedaan kreatif dan pribadi ini akhirnya menyebabkan kepergian Geordie dari band, menandai titik balik dalam sejarah Killing Joke. Film dokumenter ini mengeksplorasi periode pergolakan band selanjutnya, di mana mereka mengalami serangkaian perubahan susunan pemain, dengan musisi yang berbeda datang dan pergi selama bertahun-tahun. Terlepas dari perjuangan internal ini, Killing Joke terus merilis musik inovatif dan tanpa kompromi, seringkali menggabungkan unsur-unsur suara industrial dan eksperimental ke dalam karya mereka. Salah satu momen paling penting dalam sejarah Killing Joke dibahas dalam 'The Death and Resurrection Show': hubungan band yang sangat dipublikasikan dan penuh gejolak dengan mentor Jaz Coleman, dan kolaborator lama band, Youth (juga dikenal sebagai Martin Glover), seorang pemain bass dan produser terkenal. Coleman dan Youth memiliki kemitraan yang sangat kompleks dan seringkali penuh ketegangan yang berlangsung selama bertahun-tahun, memicu beberapa karya Killing Joke yang paling terkenal, serta ketegangan dan konflik yang pada akhirnya menyebabkan kepergian Youth dari band. Sepanjang film dokumenter, Jaz Coleman adalah kekuatan pendorong dan kekuatan pendorong, tetapi Youth muncul sebagai bagian integral dari cerita itu. Narasi ini adalah tarian kompleks dari kemitraan kreatif, konflik, dan pada akhirnya, kelangsungan hidup melawan segala rintangan. Ketika ketegangan di dalam band terus meningkat, tampaknya Killing Joke mungkin tidak akan pernah pulih dari perjuangan internal yang mengancam akan menghancurkan mereka. Namun, tepat ketika segalanya tampak hilang, band ini mengalami kelahiran kembali yang menakjubkan, yang diantarkan oleh keputusan Jaz Coleman untuk meninggalkan kehidupan mainstream dan mencari pembaruan spiritual di kedalaman hutan belantara Islandia. 'The Death and Resurrection Show' menyajikan momen penting dalam sejarah Killing Joke ini dengan kejujuran yang tak tergoyahkan, mengungkapkan bagaimana pencarian spiritual Jaz Coleman memiliki dampak besar pada kehidupan pribadi dan artistiknya. Perjalanan Coleman ke Islandia, di mana ia membenamkan dirinya dalam energi mistis lanskap, menandai dimulainya era baru bagi band ini, yang akan ditandai dengan rasa tujuan, kreativitas, dan kedalaman spiritual yang diperbarui. Kembali di Inggris, Killing Joke menyambut darah baru, memasukkan musisi tambahan ke dalam susunan pemain mereka dan meremajakan suara mereka dengan ide dan perspektif baru. Itu adalah momen katarsis dan kelahiran kembali, saat band menumpahkan beban masa lalu mereka dan memulai jalan baru penemuan kreatif. Film dokumenter 'The Death and Resurrection Show' diakhiri dengan nada harapan, ketika Killing Joke, yang terlahir kembali dan direvitalisasi, memulai babak baru dalam sejarah mereka yang terkenal. Dengan semangat dan kreativitas Jaz Coleman yang tak kenal menyerah di pucuk pimpinan, band ini memasuki periode inovasi yang luar biasa, merilis serangkaian album inovatif yang memperkuat reputasi mereka sebagai salah satu band paling inovatif dan berpengaruh dalam 30 tahun terakhir. 'The Death and Resurrection Show' lebih dari sekadar film dokumenter tentang salah satu band paling terkenal di Inggris; ini adalah narasi yang memukau tentang kreativitas, ketekunan, dan penebusan. Dengan rekaman arsipnya yang kaya dan wawancara tajam, film ini adalah perjalanan tak terlupakan ke jantung dunia Killing Joke yang penuh teka-teki, sebuah alam yang ditandai dengan visi artistik, pencarian spiritual, dan semangat yang tak tergoyahkan.
Ulasan
