Womb
Plot
Di masa depan distopia di mana kloning manusia telah menjadi pilihan yang layak, Womb menceritakan kisah Rebecca (Eve Hewson), seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi kehilangan suaminya tercinta, Simon. Setelah kepergiannya, Rebecca menjadi terobsesi dengan gagasan untuk menghidupkannya kembali melalui kloning. Dia beralih ke organisasi misterius yang berspesialisasi dalam kloning manusia dan, setelah banyak bujukan, setuju untuk mengandung kloning dari mendiang suaminya. Seiring perkembangan kehamilan Rebecca, dia dihadapkan pada banyak dilema moral dan konflik batin. Terlepas dari kontroversi seputar keputusannya, dia bertekad untuk menghidupkan kembali Simon, berapa pun biayanya. Kloning tersebut, bernama Arthur (Jordi Schlachter), lahir dan tumbuh di dunia yang akrab dan asing. Saat Arthur tumbuh menjadi dewasa, Rebecca harus menghadapi kompleksitas membesarkan seorang anak yang pada dasarnya merupakan replika persis dari mendiang suaminya. Dia berjuang untuk membedakan antara cintanya pada Simon dan kasih sayangnya yang tumbuh untuk kloningnya, yang mengarah pada serangkaian tantangan emosional dan psikologis. Sepanjang film, sutradara Tommy Oldham mengeksplorasi tema-tema kesedihan, kehilangan, dan kaburnya batasan antara kenyataan dan fantasi. Film ini menimbulkan pertanyaan tentang etika kloning manusia dan konsekuensi dari bermain Tuhan. Womb adalah drama yang menggugah pikiran dan bermuatan emosional yang menggali kompleksitas cinta, identitas, dan kondisi manusia. Saat Rebecca menavigasi emosi dan hubungannya yang rumit dengan Arthur, dia juga harus menghadapi implikasi sosial dari keputusannya. Film ini mengarah pada kesimpulan yang pedih dan kuat yang menantang penonton untuk mempertimbangkan implikasi moral dari kemajuan ilmiah dan sejauh mana manusia akan berusaha untuk mempertahankan orang yang mereka cintai. Secara keseluruhan, Womb adalah film menghantui dan introspektif yang menawarkan perspektif unik tentang pengalaman manusia. Dengan tema-tema yang menggugah pikiran dan resonansi emosionalnya, film ini wajib ditonton bagi penggemar fiksi ilmiah dan drama.
Ulasan
Parker
The film showcases a pioneering and daring creative vision, challenging ethical boundaries and ultimately presenting problems that seem unsolvable. The story is deeply tragic, even making the persistence feel akin to a pathology, which makes it difficult to judge the film's theme. At the very least, it offers the audience an opportunity to examine the meaning of life. The film's atmosphere is bleak and the mood is oppressive, with dark hues dominating the visuals. By the final intimate scene, the entire moral, ethical, and worldview collapses completely. ★★★★
Phoenix
"Raising her husband as a son and treating her son as a husband."
Preston
Finally, they succeeded in incest... The male lead is just too unattractive, his face is like two feet long. It has the feel of an art film, but there's not much substance to it, a waste of Eva Green.
Jenna
How could they cast someone so unattractive as the male lead opposite Eva Green?! It's infuriating!
Bonnie
The memories of love linger, always triggered at a certain point. The lips magnified in a close-up, fingertips wandering in the early morning, Tommy's assertive games by the sea, are all heavily laced with eroticism. An absolute must-see film.